Ticker

6/recent/ticker-posts

Kader HMI Politik dan Intelektual

 


Kata Anas Urbaningrum dalam buku yang ditulis oleh Hariqo Wibawa Satria "Lapran Pane: Jejak Hayat dan Pemikirannya" bahwa apabila politik sudah lebih diprioritaskan daripada akademis-intelektual maka kecerdasan dan ketajaman politik organisasi akan tumpul.

Setelah Anas melakukan perbandingan antara garis politik dan garis intelektual, Anas menampilkan keuntungan intelektual dalam organisasi mahasiswa, yaitu secara mendasar:

Pertama, orientasi intelektual akan menciptakan kesadaran bagi kader untuk berfikir jangka panjang. Kedua, mengajarkan gaya egalitarianisme, sikap terbuka, jujur, dan demokratis. Ketiga, akan membawa keuntungan bagi organisasi secara intuisi sekaligus personal serta akan membangun kinerja organisasi menjadi lebih dinamis, akademis dan bertujuan yang jelas. Keempat, mampu mendorong semangat dan nilai organisasi akan menjadi gagasan cerdas yang ditawarkan kepada masyarakat, umat dan bangsa. Dan kelima, akan mebawa konflik organisasi mahasiswa pada tempat yang bermanfaat.

Tulisan ini tidak ingin mengungkapkan data-data persoalan eksistensi kader HMI saat ini. Penulis hanya ingin mengajak pembaca untuk berfikir dan menyesuaikan hasil pemikirannya kepada realita yang ada di lingkungan sekitar dan secara lebih luar melihat realitas kader HMI.

Bagaimana eksistensi kader HMI saat ini? Mari kita munculkan pertanyaan-pertanyaan mendasar kemudian melakukan riset di lingkungan yang lebih kecil seperti contoh di komisariat masing-masing. Pertanyaan itu dimunculkan dalam perbincangan sehari-hari kemudian dijadikan landasan untuk semakin memperdalam ketajaman berfikir serta pengaplikasiannya dalam dunia nyata. Seperti semboyan yang selalu diucapkan oleh kader-kader HMI, yaitu sendiri membaca, berdua diskusi dan bertiga aksi.

Penulis tidak mempunyai data persoalan benar atau tidaknya tuduhan eksistensi kader HMI, apakah mampu bersaing di kancah nasional, internasional atau masih di taraf internal Komisariat dan itupun tidak laku, baik dalam persoalan sikap, gagasan dan semacamnya. 

Sumbangsih pemikiran ini hanya sebatas penguatan eksistensi kader HMI yang masih aktif atau sudah menjadi Alumni bahwa nilai-nilai pendidikan intelektual kader sangat berdampak besar pengaruhnya terhadap keberlangsungan hidup bersama dalam kesejahteraan bangsa dan kemajuannya.

Bagaimana dengan kader yang lebih menprioritaskan politik daripada intelektualnya? Jawaban yang sangat dasar adalah moral politik yang baik ditentukan oleh politikus yang mempunyai dan mengaplikasikan yang namanya kejujuran, amanah, penyanpaian yang benar dan terbuka serta cerdas dalam mengambil kebijakan dan tentunya kebijakan-kebijakan yang diambilnya sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan bersama sebagai bangsa Indonesia.

Kader yang lebih memprioritaskan politik  daripada akademis-intelektual akan cenderung pragmatis. Karena dalam setiap gerakan perpolitikannya tidak memiliki dasar kuat yang busa dihasilkan pikirannya yang luas, cerdas, jujur dan demokratis. Semua dasar itu tidak bisa didapat hanya dengan modal pengalaman dan pengetahuan yang sedikit. Tetapi didapat dari banyaknya membaca, diskusi, sharing-sharing pengetahuan dan kemurnian hati dalam usaha-usahannya (proses).

Harapan penulis semoga kader-kader HMI masih benar untuk dikatakan sebagai kader. Kader yang mengerjakan tujuan HMI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernapaskaan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah subhanahu wata'ala.

 

 

Penulis: Suhud Syayadi Amir

Jabatan HMI: Kabid PPPA Komisariat Insan Cita IAIN Madura

Layouter: A. Hirzan Anwari

Editor: Mustain Romli


YAKUSA!

Posting Komentar

0 Komentar