Kita sadari bahwa laju gerak teknologi terus melesat. Didesak oleh adanya kebutuhan manusia yang semakin membeludak dan di dorong dengan keinginan untuk menyelesaikan dengan kurun waktu yang singkat. Kecenderungan hidup yang serba praktis ini melahirkan sebuah budaya baru. Budaya yang selalu mengandalkan kecanggihan teknologi. Segala kebutuhan manusia,sangat mudah di akses melalui bebepara aplikasi yang di rancang oleh para cendikiawan. Budaya ini menjadi tembok besar yang memisahkan antara corak hidup yang primitif dengan kehidupan yang serba modern. Perbedaan kontras ini tampak dari beberapa aspek kebutuhan hidup manusia yang selalu mengalami perubahan di setiap masa.
Perkembangan teknologi menjadi salah satu tolok ukur kemajuan suatu negara. Semakin canggih teknologi yang dikembangkan, semakin besar peluang negara tersebut dapat menguasai dunia. Lebih-lebih ketika memiliki peran sentral dalam memperbaiki sendi-sendi sistem pemerintahan Ini yang terjadi pada negara “Tirai Bambu”. Kecanggihan teknologi yang dimiliki membuat negara ini menjadi salah satu jantung perekonomian dunia. Untuk itu, inovasi dan kreavitas para generasi muda sangat di tunggu. Kelak melahirkan sebuah karya besar, yang dapat memberikan kontribusi berarti terhadap kemajuan negara.
Sebagai mahasiswa yang hidup di tengah-tengah maraknya teknologi, jangan sampai di perbudak dengan segala sistem yang menggiurkan. Nilai-nilai akademik harus menjadi landasan dalam menghadapi perubahan zaman. Supaya sikap kita lebih terarah dan memiliki komitmen untuk menjadi generasi muda yang memberikan pengaruh besar terhadap sekitar. Sebagaimana adagium bapak prokmalator (Bung Karno) yang sering kita dengar dimana-mana.
Lahirnya E-Koran dari rahim organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) komisariat Abu Nawas, Universitas Nurul Jadid, adalah salah satu bentuk respon positif terhadap gejolak teknologi yang banyak menjebak generasi muda.Teknologi bisa saja menjadi racun yang mematikan, membunuh setiap orang yang tidak pandai mengatur porsi kebutuhan yang di telah sediakan. Setinggi apapun pendidikan seseorang, jika dia tersengat racun teknologi yang mematikan ini, maka tak ubahnya seperti orang yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan.
Fenomena ini sangat sering kita temui. Beberapa kedai kopi yang berjejer di sekitar kampus, bukan lagi menjadi arena pergulatan idealisme. Melainkan perkumpulan yang sebatas mendengungkan keributan tak barfaedah, dan jauh dari nilai-nilai akademis. Secangkir kopi dan hisapan rokok tembakau hanya mengepulkan kenangan para aktivis dan akademis yang dulu banyak menyumbangkan ide-ide segar kepada pemerintah.
0 Komentar