Puisi puisi ayu andila, ayu andila adalah salah satu kader aktif HMI komisariat Abu nawas dan bagian mahasiswa dari UNIVERSITAS NURUL JADID PAITON.
Alasan Ayu Andila membuat puisi adalah "emang dari SD suka baca dan ngambil buku* yang sudah di buang di gudang sekolah terutama cerpen* yang tentang sejarah dan perjuangan rakyat dari situlah muncul imajinasi* yang kemudian di tuangkan ke puisi* setelah memasuki kelas 2 SMP minat saya gak ada lagi baru kuliah jadi pengen mengagas dari awal lagi", kata Ayu Andila.
Dan alasan Ayu Andila ingin mempublikasikan karyanya berbentuk puisi adalah "Karana sudah lama tidak menulis dan tidak membaca jadi pengen menjajal lagi, pengen memperbaiki kepenulisan dengan kritikan dan masukan temen* HMI mengajak temen berani mempublikasikan hasil kita meskipun menurut kita sendiri tidak layak untuk di publikasikan Karena dengan begitu kita bisa banyak tau di mana letak kelemahannya kita".
Yunda Ayu Andila
Kader aktif HMI Komisariat Abu Nawas Unuja
PUISI-PUISI AYU ANDILA*
CINTA YANG KANDAS
Aku selalu ber andai-andai atas keyakinan ku
Selalu ku harap kisah kita akan berlabuh di pelaminan
Yang kemudian akan melewati hari-hari indah
Dalam istana sederhana
Menikmati keluh, kesah bersama
Dengan hembusan nafas yang saling terdengar
Namun, itu hanya khayalan yang membodohiku
Yang lupa akan sang pemilik takdir.
Dalam hal ini aku selalu menyalahkan diri ku
Ku sangka aku yang tak berusaha
Namun nyatanya doa mu menyebut nama yang berbeda
Paiton, April 2021
RASAKU
Kau tau, saat ku dapati kabar mu ada dua rasa yang harus
Bisa ku kombinasikan sulit namun harus tercampur
Ia adalah rasa bahagia dan terluka
Rasa luka ketika kau begitu mudah
Menghapus nama ku dan menganti dengan nama baru
Rasanya itu sangat pekat sampai aku
Benar- benar tidak bisa merasakan apa-apa lagi,
Bahagia ku karna kau telah menemukan kebahagia baru mu
Tapi tak perlu ku cerca diri mu terlalu mendalam
Karna aku tau di sini juga terdapat salah ku
Terlalu dalam menempatkan mu di dalam hati ku.
Paiton, April 2021
TELAGA RASA
Panas matahari yang begitu ganas
Tanpa rasa bersalah ia membakar rasa ku
Menjadi rintikan rindu dan kemudian
Menempel di tebing-tebing kalbu
Mendidih menjadi candu
Kau telah memetik jantung ku
Wajah mu telah tertempel di bilik-bilik jantung
Ku coba untuk menggerakan
Otot-otot di sekitar rahang dan jemari ku
Untuk sesekali menyampaikan rasa ini
Entah apa yang menahannya
Aku benar- benar tidak bisa melakukanya
Aku tidak bisa mengakuinya.
Membuat ia tetap sebagai rasa yang semu tanpa temu
Tetap sebatas angan tanpa sua,
Hanya pada rabbo ku bisa berceloteh
Tentang rasa ini
Duhai kau ijinkanlah cahaya menyetuh dahimu
Untuk mengahantarkan doa-doa hening ku
Paiton, April 2021
SEMBILU
Teruntuk hati bersabarlah dengan Pahit yang kian pekat
Teruntuk diri teruslah tersenyum
Meskipun tak kau jumpai bahagia di dalamnya
Teruntuk jiwa berdamailah
Dengan segala ke gersangan yang menyapa .
Teruntuk masa lalu terimaksih atas semua sakit,
Yang kau perkenalkan.
Paiton, April 2021
JADILAH TAKDIR KU
Wahai purnama kau membangunkan ku
Dari ke angkuhanku tentang rasa
Yang aku kira aku tak bisa merasakan itu
Sekarang bisa begitu mudah tumbuh
Wahai purnama, kau telah membuat jiwa
Yang awalnya tenang menjadi meronta
Membuat aku begitu malu untuk
Sekedar hanya mendengar nama mu
Membuat otot- otot ku lumpuh seketika
Wahai kau purnama yang bersembunyi
Di balik tabir doa ku,
Dengan wangi bak misik
Senyum yang sangat angkuh nan rupawan.
Kau tak pernah sadar betapa kamu
Telah membuat ku gila.
Hingga aku sangat ingin menjadi angin
Untuk bisa menjadi teman di setiap waktu
Dan menyaksikan senyum yang selalu menggangu tidur ku.
Paiton, April 2021
RINTIK SENDU
Ku kira aku benar telah melihat,
Separuh bulan tenggelam di dasar wajah mu,
Entah hanya halulinasi ku
Tapi aku benar- benar mempercainya
Dan menjadikannya tendensi.
Kata-kata yang berterbangan dari bibir indah mu,
Selalu ku menggemboknya
Kemudian ku buang kuncinya sehinga tak siapapun
Dapat membukanya
Tetapi bulan yang aku lihat itu
Tak benar-benar ada
Ia hanya semu, ucapan mu pun
Tak benar-benar nyata ia hanya sekedar bias mu.
Lalu pada siapa aku harus mencerca perihal sakit ini?
Hati, asumsi, termometer, atau harapan ku?
Paiton, April 2021
PEREMPUAN TERHEBATKU
Remang-remang nampak terlihat bayang – bayang
Dengan badan yang sudah tidak seimbang
Akibat digerogoti usia
Saat orang- orang sibuk menyulam selimutnya
Dan meneruskan rajutan mimpinya
Kau basuh muka keriput mu dengan air wudhu
Tak kau gubris dingin angin malam
Yang menyelinap masuk kesela pori- porimu
Yang hanya tertutup kain tipis itu.
Kau sulam bait demi bait doa’ mu
Yang disitu kau pajang nama ku
Tetesan air mata mengalir
Memenuhi kelopak mata indahmu
Menghantarkan bisikkan lembut mu dengan robmu
Paiton,April 2021
Editor : Kanda Rohim
Publisher : Admin
0 Komentar